Rabu, 23 April 2014

[Cerita Mini #7] Aku dan Gadis Manis Berkursi Roda

Posted by Menukil Aksara | 9:46:00 PM Categories:


Aku dan Gadis Manis Berkursi Roda

Aku adalah sebuah buku usang. Tempat mangkalku adalah sepetak ruang dalam rak kayu perpustakaan tua. Aku menempatinya selama hampir seumur hidupku. Seorang pustakawan muda jadi kawan karibku sejak beberapa tahun silam. Aku termasuk buku yang tak boleh dibawa pulang oleh pengunjung perpustakaan. Itu dikarenakan usiaku yang tak lagi muda, selain keberadaanku yang hanya satu-satunya.
            Lima tahun yang lalu, seorang gadis manis berkursi roda mengunjungi rumahku. Ia bergerak ke sana kemari seorang diri. Pernah sekali kucuri dengar, sopir setianya menanti di luar sana. Sang gadis manis menghampiriku dengan senyum termanisnya. Senyum tertulus yang pernah kujumpa dari seorang manusia. Sejak detik itu gadis manis itu resmi menjadi pengunjung setiaku sekaligus sahabat baruku. Ia tak pernah absen memelukku lalu membuka lembar demi lembar halamanku. Ia tak pernah mengeluhkan kertasku yang mulai menguning dan huruf-huruf di atasnya yang tercipta dari dentingan mesin ketik kuno.
            Hari ini, sang gadis manis tak menjengukku. Hari demi hari berlalu. Ia tak pernah lagi menampakkan senyum tulusnya. Ke manakah gerangan ia? Apakah ia jatuh sakit? Apakah kelumpuhannya ada hubungannya dengan ketidakmunculannya? Apakah ia tak lagi tinggal di kota ini? Ataukah ia telah jemu bertandang ke gubuk tuaku ini? Ah, aku merindukan sahabatku itu.
            Hingga tiga bulan berselang, sesosok gadis manis berpakaian panjang dan berkerudung lebar menjejakkan kakinya ke perpustakaan kami. Sang pustakawan menyapanya ramah. Mereka terlihat berbincang hangat. Apa kiranya yang tengah mereka perbincangkan? tanyaku ingin tahu. Selang sepuluh menit kemudian, sang gadis menghampiriku. Apa yang akan dilakukannya terhadapku? Oh, ia menjamahku lantas membawaku ke sebuah meja.
            “Lihat, kawan! Aku membawakan suvenir cantik untukmu,” seru riang sang gadis padaku.
            “Apa itu?” tanyaku penuh ingin tahu.
           “Mereka adalah foto-foto cantik yang kuambil sebagai kenang-kenangan perjalanan ke negeri asalmu,” kata sang gadis seraya menyuguhkan sekliping koleksi foto menarik.

            “Wow, benarkah yang kulihat ini? Itu adalah tempat-tempat istimewa yang kuceritakan dalam lembaran-lembaran kisahku. Tapi tunggu, siapa gadis ini? Mengapa ia terasa tak asing bagiku?”
            “Aku berterima kasih padamu, kawan. Berkatmu, aku mengenal negeri asing di belahan benua lain. Dan berkatmu, aku bernyali mengembara, mengejawantahkan makna petualangan hidup selama tiga bulan terakhir ini. Kini aku telah terbebas dari belenggu kursi roda yang menghipnotisku. Aku telah terbebas dari jerat masokisme yang membutakan mata hatiku. Aku kini menjadi manusia bebas yang tak takut lagi melangkah dan terjatuh.”
            Aku terhenyak. Apakah gadis ini adalah gadis manis berkursi roda yang selama ini kurindukan kehadirannya? Ah, iya. Dialah gadis itu. Aku nyaris tak mengenalinya dalam balutan pakaian panjangnya.
            “Dan ada beberapa kejutan lagi untukmu, kawan. Aku bingkiskan kawan-kawan baru untukmu. Mereka akan menemanimu di sisa usiamu,” ujar sang gadis seraya mengeluarkan setumpuk buku berbahasa Inggris dari dalam tasnya. Buku-buku itu menyapaku dengan senyum merekah.
            “Hai, kami datang dari negeri asal kita. Kami akan bersahabat denganmu hingga kau tak lagi kesepian di perpustakaan tua ini.”
           

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube