Minggu, 18 Mei 2014

Putus Nyambung (Me Vs Writing)

Posted by Menukil Aksara | 11:44:00 PM Categories:


           
foto google.com
            Garis senyum terlukis di bibir tak bergincuku. Penaku menari, menaati irama yang tercipta dari batang otakku. Penaku meliuk-liuk lantas menukik tajam. Terjerembab, tersentak sengatan arus emosi dari ceruk hatiku. Garis senyum itu mendadak melengkung lemah, mengerucut menjadi satu titik. Kemudian sirna. Bibirku mencium rasa asin. Ia kuyup oleh air yang mengalir dari hulu kelopak mataku.
            “Arrgh… pilu nian melodi aksara yang kau lampirkan, duhai!” rutukku padamu.
            “Tapi kau tak sanggup palingkan pandangmu dariku, bukan, Sayang?” sahut angkuhmu.
            Bibirku terkatup. Hatiku membenarkanmu. Semenjak kali pertama sua, kedua bola mataku berbinar atas pesonamu. Jiwa luguku tergelitik rayuanmu.
            “Apakah aku tlah jatuh cinta? Ah… aku ‘kan masih terlampau kanak! Masih kelas empat sekolah dasar!” kilahku kala itu.
            “Iyaaa… kamu sudah tersihir oleh mantra cintaku. Akuilah, aku ini cinta pertamamu, ‘kan?” godamu waktu itu.
            Maka semenjak itu, aku menempel padamu bak perangko pada amplop. Perangko dan amplop adalah sepasang sejoli serasi di tahun-tahun itu.
            Selaiknya cinta pertama, jantungku kerap berdentum kala menggenggammu dengan jemari penaku. Parasku acapkali memerah kala memproklamirkanmu di depan kelas, disaksikan berpasang-pasang mata. Hatiku merekah bangga setiap satu bagian rangkamu tlah kurakit sempurna.
            Hingga suatu hari, ibuku memisahkanku darimu. Aku harus tumbuh mendewasa, katanya. Aku harus mencoba mencinta rupa yang lain, timpalnya. Di luar sana, tersebar rupa-rupa cinta. Cinta-cinta yang lebih menjanjikan. Janji akan bertimbunnya pundi-pundi rupiah dan menghamparkan kemapanan.
            Hatiku patah. Namun hidup terus bergulir. Tahun demi tahun, dekade demi dekade. Aku gagal mencinta tulus rupa yang lain. Maka ingatan hatiku menuntunku kembali padamu.
            “Selamat datang kembali, Sayang!” sambutmu sepenuh rindu.
       Aku memelukmu dengan segenap hangat dan tulus cinta. Kali ini, aku bertekad menggenggammu lebih erat dan melangkah beriringan di bawah naungan restu penciptaku. Aku takkan hiraukan teriak sumbang para pendengki dan pencemburu. Takkan kulepas genggammu sampai akhir hayatku. Semoga.
            “Hei… awalan di jumpa kedua ini tak buruk, ‘kan? Aku memenangi penghargaan bertintakan namamu.” Dan kita pun tersenyum. Senyum yang tak selugu dulu.
 
foto google.com


FF ini diikutsertakan dalam Kuis Flash Fiction Cinta Pertama

2 komentar:

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube