Rabu, 06 Agustus 2014

[resensi novel] Dari Gorontalo Hingga Depok Demi Menjadi Penulis

Posted by Menukil Aksara | 1:17:00 PM Categories:

Judul Novel      : Mengejar-ngejar Mimpi – Diary Kocak Pemuda Nekat
Penulis          : Dedi Padiku
Coach Editor     : Isa Alamsyah
Desain Sampul    : Tuarzuan AFC, Wasi Kendedes
Ilustrasi Isi    : Wasi Kendedes
Layout           : Isa Alamsyah
Penerbit         : AsmaNadia Publishing House, Mei 2014
Jumlah Halaman   : xii & 324 hlm.

Blurb
    Ini benar-benar diary kocak dari seorang pemuda nekat. Namanya Dedi Padiku. Bisa dibilang ini novel tetralogi 4 in 1. Novel kocak, yang dijamin bikin kamu ketawa. Juga novel romantis, yang membuat pembaca mabuk cinta.
    Nggak cuma itu, Mengejar-ngejar Mimpi memiliki banyak bagian haru, yang akan membuatmu ikut berurai air mata.
    Sebuah novel inspiratif yang menguatkan semangat ketika kamu merasa lemah mencapai cita-cita.
   
Sinopsis
    Dedi Padiku atau Mohamad Febri Padiku, seorang pemuda kelahiran Bonebolango, Gorontalo, telah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya semenjak kecil. Dedi kemudian hidup bersama pamannya dan telah menafkahi diri sendiri dengan menjadi sopir angkot sejak belia. Di masa sekolah menengah kejuruan, Dedi bertemu dengan cinta pertamanya, yang sayangnya harus kandas karena kemiskinannya sekaligus tekadnya untuk mengejar impiannya ke kota rantau. Berawal dari keinginan menjadi seorang tenaga kerja Indonesia di luar negeri, Dedi menjejakkan kaki ke tanah Palu untuk mengikuti tes seleksi terakhir penerimaan calon TKI ke Jepang. Sayang, dia gagal meloloskan diri dari tes tinggi badan, yang ironisnya hanya kurang 2 cm, dan terpaksa mengubur cita-citanya bekerja di negeri sakura. Karena malu atas kegagalannya, Dedi bersikeras bertahan di Palu dan bekerja sebagai kuli bangunan yang kemudian berganti menjadi sopir pribadi seorang anggota dewan. Petualangan Dedi berlanjut ke Manado, di mana lagi-lagi pekerjaan kasar harus digelutinya demi menyambung hidup. Di Manado pulalah Dedi mencicipi pahitnya diburu dan nyaris dibunuh para preman bersama Suwanda, sahabat yang menyusulnya ke Manado.
    Nasib lebih baik dia alami ketika menetap di Makasar bersama kalangan mahasiswa. Di Makasar juga impiannya menjadi seorang penulis kian terlecut. Maka demi mendekatkan langkah kakinya pada impian besar, Dedi memutuskan hijrah ke Jakarta, menampik pekerjaan yang mulai menjanjikan di Makasar. Perjalanannya di ibukota pun tak lantas mulus. Sempat tak memiliki tempat tinggal dan berteduh di pelataran Monas, Dedi pun sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Pernah dihardik seorang wanita saat wawancara kerja, ditawari menjadi seorang gigolo, diculik dan nyaris dijadikan kaki tangan “teroris”, hingga kembali menjadi kuli bangunan. Keberuntungan mulai menghinggapinya ketika dapat berjumpa beberapa penulis senior semacam Zara Zettira, Gola Gong, Habiburrahman El Shirazy, dan Raditya Dika secara tak sengaja. Perjumpaan ini membakar semangatnya untuk mulai menulis kisah hidupnya, bahkan mencetak dan membagi-bagikannya gratis, yang sayangnya tak berbuah manis.
Ketika Dedi tiba di suatu masa jenuh, nyaris putus asa karena impian menjadi penulis terasa terlampau sulit diraih, dia teringat pada sosok Asma Nadia. Pertemuan dengan Asma Nadia membukakan jalannya menuju impian.

Novel yang Sarat Inspirasi

    Endorsement dari Asma Nadia dan dari sang suami yang sekaligus seorang coach editor ternama, Isa Alamsyah, memang betul-betul menggambarkan kedalaman isi dari novel gado-gado ini. Mengapa saya sebut gado-gado? Karena isinya yang riuh oleh aneka genre; ada komedi romantis, drama, laga, petualangan, sampai genre inspiratif penuh motivasi. Dan semua itu tak dibuat-buat, lahir begitu saja dari petualangan sang tokoh utama novel mengejar-ngejar impiannya.
    Banyak kutipan adegan maupun pernyataan dalam novel yang ingin saya garis bawahi karena berkesan, antara lain:
•    Adegan di mana Dedi bernyali menantang guru sekaligus ketua jurusan di sekolahnya untuk menjawab pertanyaan yang diberikan setelah Dedi absen dari sekolah berminggu-minggu. Ini menggambarkan kecerdasan Dedi. (halaman 85-92)
•    Dedi yang suka memanfaatkan waktu luang sebaik mungkin di sela bekerja untuk membaca buku di toko-toko buku dan belajar internet. (halaman 149-155)
•    “Ketahuilah, sahabatku. Tak selamanya kuliah menjadi kunci kesuksesan. Kuliah hanyalah proses belajar, dan belajar itu tidak harus di universitas. Kau bisa gunakan berbagai media untuk belajar... “ Pernyataan Budi, kawan mahasiswa Dedi di Makasar. (halaman 177)
•     “Ini Jakarta, Mas. Tidak ada yang gratis!” Sungguh keras kehidupan Jakarta. Benar kata orang, ibukota lebih kejam dari ibu tiri. Aku punya lima ibu tiri, ayahku menikah, menikah, dan menikah lagi. Kenyataannya mereka sangat baik padaku... (halaman 236)
•    “Hidup penuh misteri. Seperti potongan-potongan puzzle, berserakan di muka bumi menunggu untuk ditemukan. Begitu banyak keping puzzle yang sudah dilalui. Ada haru, malu, sedih, tawa, dan di antaranya hampir merenggut nyawaku dalam upaya pencarian potongan puzzle itu. Tapi yang terpenting dari semua puzzle itu adalah gambar seperti apa yang akan kita dapatkan ketika selesai disusun.” (halaman 251)

Keunggulan dan Kelemahan Novel

    Membaca novel yang dibagi menjadi dua buku ini mampu menyuntikkan semangat pada diri pembaca untuk gigih dalam merealisasikan mimpi. Novel ini juga penuh kalimat motivasi inspiratif yang alami, terluncur dari kerasnya tempaan hidup, bukan semata kalimat manis dari bibir seorang motivator handal. Membacanya juga dijamin membuat Anda tersenyum, tertawa lebar, atau bahkan terpingkal-pingkal (tergantung selera humor Anda). Kita juga akan dibuat tercengang dengan sisipan fakta-fakta tentang kehidupan anggota dewan di daerah dan dugemnya kuli bangunan di ibukota.
    Layout novel ini apik, diselingi ilustrasi adegan yang menarik di beberapa halaman yang menambah nilai. Diksinya mungkin tak secanggih dan sepuitis novel setipe Tetralogi Laskar Pelangi–Andrea Hirata, namun justru sesuai dengan karakter Dedi yang naif, katrok, dan kocak tapi sebenarnya tak berniat melucu. Terdapat typo di sana-sini, namun memang jarang sekali novel yang luput dari celah kesalahan semacam ini.
    Kekuatan cerita dan pesan yang ingin diangkat novel ini sangat patut diacungi jempol dan saya pribadi merekomendasikan novel ini untuk pembaca yang haus akan kisah inspiratif yang murni, sederhana gaya pengisahannya, sekaligus menggugah dan menghanyutkan. Bintang 4,5/5 saya berikan untuk novel ciamik ini.





11 komentar:

  1. typo apaan sih mbak? maklum dangkal bahasanya hehe
    kupikir kisah anak desa mengejar mimpi ke kota berhenti di Laskar Pelangi, ternyata... heybatt. mupeng-lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. typo=salah ketik/salah cetak, bisa juga salah ejaan.

      buku biografi yang ditulis dengan gaya novel memang lebih asyik dan menarik dibaca :D

      Hapus
  2. Mewakili bukunya kak Mel, (y) jadi kepingin punya nih ;)
    Kak, request resensi "Bumi"nya Tere Liye, boleh? Kapan hari intip kakak ada bukunya ya, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh, Bumi baru mau dibaca hehe... setelah ini gilirannya diresensi, Insya Allah :D

      Hapus
    2. Yeay... asik, kakak yang satu ini masyaAllah semangatnya ;)

      Hapus
  3. hehe.. nggak selalu. ada juga masa-masa nggak mood itu menyapa :D

    BalasHapus
  4. makasih ya sudah menulis tentang ini. izin share ya

    BalasHapus
  5. Sama-sama. Silakan, Mas Dedi :)

    BalasHapus
  6. novel mengejar ngejar mimpi sangat menginspirasi

    BalasHapus
  7. mohon izin copas untuk tugas ya, terimakasih

    BalasHapus
  8. Mas dedi kerennn bgt,,,novelnya aq smpai tidak ada satu pun kata yang terlwatkan,,n ngkak2 sendri apa lagi pas kurg 2 cm haha smpai jedotin kepala

    BalasHapus

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube