Rabu, 05 November 2014

[resensi] Mari Berbincang Tentang Menikah Karena Ingin Sakinah

Posted by Menukil Aksara | 6:20:00 AM Categories:


Judul Buku : Sayap-Sayap Sakinah
Penulis    : Afifah Afra dan Riawani Elyta
Penyunting Bahasa: Mastris Radyamas
Penata Letak: Puji Lestari
Desain Sampul: Andhi Rasydan
Cetakan : Pertama, Ramadhan 1435 H/ Juli 2014
Penerbit : Indiva
Jumlah Halaman: 248 hlm.; 19 cm
ISBN : 978-602-1614-22-8

Blurb:


  Salah satu misteri terbesar dalam kehidupan ini adalah jodoh dan perjodohan. Nikah dan pernikahan. Kisah-kisah sejati yang menakjubkan seputar perjodohan tergores begitu giras, tercetak begitu rancak, terlukis begitu manis. Masing-masing Bani Adam memiliki cerita sendiri. Dan biasanya, cerita-cerita itu terbingkai dalam sebuah keistimewaan yang mengesankan. Bagaimana dengan Anda? Pasti Anda memiliki kisah sendiri.

    Dan ibarat sebuah rajutan, jodoh dan nikah tentunya membutuhkan seperangkat peralatan dan bahan. Ilmu, pengalaman, berbagai persiapan, perlu digali sedalam-dalamnya. Terlebih, rajutan kehidupan pra dan pascapernikahan tak selalu berupa sulaman indah. Adakalanya membutuhkan perjuangan yang luar biasa.


    Buku di tangan Anda ini bertutur lancar dalam bahasa indah, tentang berbagai hal yang perlu Anda persiapkan seputar awal, saat, dan pascapernikahan. Sangat cocok untuk Anda yang hendak, sedang, atau telah menikah. Ditulis dengan gaya bercerita yang khas, membuat Anda tak harus mengerutkan jidat saat mencoba memahami manik-manik hikmahnya.

Sinopsis:


    Masa pernikahan dengan segala pernak-perniknya tiada pernah menjemukan untuk diperbincangkan. Entah dalam obrolan ringan sesama jombloers, para istri/suami, ataupun perbincangan cukup serius dalam sebuah seminar misalnya. 


    Suasana jelang pernikahan bisa jadi penuh ingar-bingar kesibukan. Juga dibarengi segala campur-baur perasaan. Cemas, khawatir, bahagia, tak sabar, menyatu dalam juice-blender emosi. Jika dihidangkan, rasanya bisa saja memunculkan aneka reaksi. Namun logisnya, jelang pernikahan didominasi oleh rasa bahagia. Bahagia akan digelarnya walimah, sesuai anjuran Rasulullah sekaligus detik-detik jelang berubahnya status. 


    Meski demikian, kebahagiaan bergantinya status tersebut tak serta merta terlabeli dari sekadar kemeriahan pesta walimah. Walimah hanya sebagian kecil dari proses panjang yang akan dilewati pasangan yang telah dihalalkan. Jika diibaratkan buku, walimah hanyalah cover. Isi buku, yakni substansi dari pernikahan, jauh lebih rumit dan butuh waktu panjang, energi besar, serta segudang timbunan kesabaran untuk ‘menuliskannya’. Jadi, istilah ‘don’t judge a book by its cover’ dapatlah dimaknai ‘jangan menghakimi/menilai sebuah pernikahan dari ‘cuma’ pesta walimahnya.


    Salah satu sabda Rasulullah SAW yang termahsyur menyebutkan bahwa “Jika seseorang menikah maka dia telah menyempurnakan separuh dien-nya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh lainnya.” Dien di sini berat maknanya. Sesuai penjelasan para ulama bahwa makna dien meliputi kekuasaan, ketundukan, peraturan, dan balasan. Maka dapatlah kita bayangkan bobot sebuah pernikahan yang dikatakan sebagai separuh dien tersebut.


    Meskipun pernikahan merupakan sebuah perjalanan nan berat, seorang muslim/ah memilih jalan ini sebab janji hadiah dari Allah, salah satunya terwujudnya rasa damai, ketenangan, ketenteraman, juga kebahagiaan, atau yang disebut sakinah (termaktub dalam QS. Ar-Ruum:21). Selain itu, pernikahan yang berhasil membentuk keluarga Islami akan menjadi batu bata unggul yang akan membentuk masyarakat yang rabbaniyyah. Bagaimana merealisasikan sakinah inilah yang akan menjadi sorot utama buku ini. 


    Membedakan dengan karya-karya nonfiksi penulis sebelumnya, kali ini penulis sengaja meniadakan sistematika. Tulisan-tulisan di dalam buku ini diibaratkan kumpulan benda-benda kecil yang bisa dinikmati terpisah. Namun, jikalau pun dikumpulkan, akan mewujud sebuah bentuk yang lebih besar dan utuh. Penulis juga menghindari bahasan-bahasan yang terlampau rumit, sesuai sebuah prinsip yang diambil, “Orang hebat menulis masalah berat dengan bahasa sederhana. Orang yang ingin dianggap hebat menulis masalah sederhana dengan bahasa yang berat.”


    Kolaborasi yang dihasilkan oleh duo penulis yang telah banyak melahirkan karya fiksi dan nonfiksi ini pun menuai hasil yang cantik. Perbincangan dalam buku ini sebagian besarnya bukanlah teori hasil comot sana-sini semata, namun buah dari pengalaman pribadi dua penulisnya. Maka topik Misteri Jodoh, Menikah karena ingin Sakinah, hingga Sepasang Sendal Menuju Surga dan Cinta hingga Ujung Usia menjadi terasa manis dan hangat dibaca.

Review:


    Kita adalah sepasang sayap
    Diciptakan-Nya tuk mengangkasa
    Susuri hidup penuh dinamika
    Beri aku kuatmu saat ku lelah
    Kuberi akasku saat kau lemah
    Beri aku sinarmu saat ku redup
    Kuberi hangatku saat kau kuyup
    Kita adalah sepasang sayap
    Sayap-sayap sakinah
    Yang tak pernah lelah
    Melangkah bersama menuju jannah

    (cuplikan puisi di halaman 5 karya Afifah Afra)

    Opening berupa seuntai puisi indah merupakan hal yang tak biasa bagi sebuah buku nonfiksi, pun yang membahas pernikahan. Sesuai salah satu baris puisi di atas, buku ini pun dilabeli sebagai seri sayap sakinah, di mana akan ada buku kedua seri sayap mawaddah, dan kemungkinan besar buku ketiga seri sayap rahmah. Simbol sepasang burung yang sedang mengepakkan sayap di atas bunga-bunga pun mengesankan kesesuaian dengan judul dan isi buku. Warna biru yang dipilih sebagai warna cover cukup tepat, beserta ilustrasi dalam yang mirip ilustrasi di sampul luar.


    Mengawali perbincangan dengan kisah-kisah perjodohan legendaris sepanjang zaman, penulis ingin menghadirkan nuansa romantis yang realistis, bukan seperti romantisnya kisah-kisah cinta picisan anak manusia. Kisah pertemuan dramatis Ratu Bilqis dengan Nabi Sulaiman, kisah jatuh cinta diam-diamnya Fatimah binti Muhammad dengan Ali bin Abi Thalib, kisah kebesaran hati seorang Salman Al-Farisi merelakan pernikahan sahabat dengan wanita yang mulanya hendak dikhitbahnya, menjadi sederet bukti betapa jodoh itu rahasia besar Allah.
    “Terkadang misteri diciptakan justru untuk memeriahkan alur hidup kita. Untuk menjadikan kehidupan kita penuh gairah. Mencoba-coba menyibak misteri seringkali melelahkan dan mementahkan harapan. Jadi, sikap terbaik dalam memandang sebuah perjodohan, menurut saya adalah tawakal.” (hal. 36)


    Perbincangan pun mengalir ke topik-topik lebih ‘berat’, dalam rangka mengayunkan langkah dalam pernikahan. Tentu saja, penulis banyak mencantumkan dalil-dalil syar’i berasal dari nash Al-Qur’an, Al-hadits, pendapat para ulama, hingga kisah-kisah para salafush shalih sebagai penjelas topik. Namun, sebagai bahan pertimbangan lain, penulis pun tak ragu memberi bonus pendapat pakar atau petikan hikmah ilmuwan masa lampau terkait cinta, komunikasi, psikologi, dan hubungan antarmanusia.
    “Ada sebuah teori yang bisa membantu kita memahamkan tentang apa dan bagaimana cinta bisa terjadi antarmanusia. Teori tersebut adalah Triangular Theory of Love alias teori segi tiga cinta. Teori ini diungkapkan oleh psikolog Robert Stenberg...” (halaman 52-53)
    “...Hikmah terpenting dari dialog Plato dengan Socrates adalah bahwa kepastian ternyata justru membuat seseorang merasa cukup dengan yang ada.” (halaman 58-60)


    Bonus lain yang kita dapatkan adalah pengalaman pribadi kedua penulis yang dibagi demi menyarikan hikmah yang terkandung. Semisal pengalaman ketika penulis Afifah Afra bertemu jodoh, memutuskan berikhtiar menjemput jodoh, saat-saat mengharukan usai ijab qabul, atau kisah penulis Riawani Elyta dalam berkomunikasi dengan suami. Kisah-kisah mereka pun dituturkan dengan santai, lancar, indah, laiknya obrolan antarsesama perempuan, dengan selingan-selingan humor yang menyegarkan.


    Di setiap permulaan bab, kita juga akan ‘dihibur’ dengan untaian-untaian indah sarat hikmah yang dipetik dari syair, nash, atau kalimat motivasi.
    “Bukankah sakinah itu hadiah dari-Nya? Tak perlu kau mencarinya. Pada setiap jejak di savana hingga balik gerumbul semak. Karena, dia mungkin turun saat kau menjadikan-Nya pusat pusaran cintamu.” (halaman 79)
    “Jika cinta adalah tumbuhan. Penerimaan nan utuh ibarat tanah gembur. Dan kesetiaan adalah bagaikan air yang mengucur.” (halaman 171)


    Penulis juga mahir menggunakan analogi-analogi demi menyuguhkan penjelasan yang gamblang.
    “Dalam berbagai kesempatan, untuk menyemangati anak-anak muda agar menjaga kesucian diri sampai saatnya tiba, saya memang sering menganalogikan dengan ‘berpuasa’... Nah, setelah berkali-kali melewati godaan, ketika beduk tiba dan saatnya kita berbuka, pastilah akan menjadi saat paling membahagiakan... Ini berbeda dengan saat kita tidak berpuasa...” (hal. 156)


    Tips-tips aplikatif yang ditawarkan sebagai solusi atau langkah riil disarikan dari pengalaman nyata kedua penulis dan dijabarkan dengan bahasa yang mudah dimengerti, ringan, dalam bentuk poin-poin yang diselipi istilah-istilah sehari-hari yang up-to-date.
    “Dan jika ditelusuri lebh jauh, ternyata pangkal penyebabnya justru sesuatu yang semula dianggap nothing wrong tersebut; memiliki TTM dan atau CLBK serta melakukan komunikasi dengan mereka secara intens. Maka untuk mengantisipasinya, berikut beberapa tips yang dapat kita lakukan demi menjaga keutuhan rumah tangga dari ‘virus’ pengacau yang satu ini...” (hal. 177-179)


    Bonus yang tak kalah manis dijumpai di penghujung bagian, di mana penulis Afifah Afra yang memang piawai menggubah syair menuliskan beberapa syair cinta nan romantis. Tentu saja, isinya jauh dari sekadar puitis, berisi penggalan-penggalan hikmah pernikahan dan kehidupan.


Penutup:


  Sayap-Sayap Sakinah bisa dikatakan sebuah karya nonfiksi yang unik, khas, cocok dihadiahkan pada kerabat, sahabat, atau diri sendiri. Baik itu mereka yang belum menikah maupun sudah menikah. Karena, baris demi baris dalamnya penting kita resapi dan praktikkan; sebagaimana sebagai manusia sekaligus suami/istri yang tak boleh lekas berpuas diri dari belajar, kita membutuhkan kucuran pelajaran dari segenap penjuru. Semoga semakin banyak pasangan atau calon pasangan, muda-mudi yang bersedia meluangkan waktu untuk memperbaiki diri sehingga sakinah teraih. Saya berikan 4,5 dari 5 bintang untuk buku yang inspiratif ini.


0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube