Senin, 10 Desember 2018

Pesan Kematian: Jiwa-Jiwa yang Ingin Didengar

Posted by Menukil Aksara | 7:34:00 AM Categories:

Judul buku      : Pesan Kematian
Penulis            : Cerberus Plouton & Kevin and the Red Rose
Penyunting      : Irwan Rouf
Penerbit          : Media Kita
Tahun terbit    : 2018, cetakan pertama
Tebal buku     : vi + 262 hlm., 14,5 x 21 cm
ISBN              :978-979-794-572-5
Genre             : misteri

BLURB:
Sejak Kevin and the Red Rose membentuk Red Rose Salon di Pantai Nembrala, tempat itu jadi tak pernah sepi pengunjung. Kevin, Eda, Ilyas, dan Luthfi sering mengadakan pertunjukan spontan. Mereka saling melengkapi dalam bermain gitar dan pianika, serta diiringi nyanyian bersuara merdu.

“Tolong... “

Suara rintihan wanita yang terdengar samar-samar itu hanyalah awal dari berbagai teror di sana. Seorang wanita ditemukan mati bunuh diri dengan meloncat dari tebing. Kevin dan ketiga temannya mengira bahwa kengerian akan berakhir setelah jasad wanita itu dikebumikan. Namun, mereka salah besar. Serangkaian teror mencekam masih menghantui walaupun wanita itu telah dikebumikan dengan layak, juga telah diketahui identitasnya. Kehidupan mereka berempat di Pantai Nembrala tak lagi sama.

SINOPSIS:
Kevin, Eda, Luthfi, dan Ilyas adalah empat pria muda dengan latar belakang berbeda. Keempatnya disatukan oleh kecintaan terhadap musik dan bisnis keluarga. Mereka diserahi mengelola operasional resor di Pantai Nembrala, Pulau Rote. Menamakan diri Kevin and the Red Rose, empat teman baik ini memiliki basecamp yang disebut Red Rose Salon. Aktivitas berkumpul sambil bersosialisasi dengan para tamu Pantai Nembrala berpusat di basecamp ini. Sebuah kehidupan yang menyenangkan. Hingga suatu hari, sebuah perkenalan dengan gadis cantik bernama Kejora dan suara rintihan minta tolong yang menyusulnya mengubah kehidupan keempat pria muda itu.

Karena terus dihantui suara dan penampakan misterius, Kevin dan ketiga temannya mau tak mau berusaha mengungkap misteri. Hingga penemuan jasad seorang gadis—yang tak disangka dikenal Kevin di masa lalu, menjadi titik awal misteri yang terungkap. Sebelum tanpa mereka perkirakan, itu membawa pada rentetan teror lain. Kevin, Eda, Luthfi, Ilyas, dibantu Kejora dan seorang teman Luthfi dihantui penampakan yang memaksa menggiring mereka pada sejumlah petunjuk. Pantai Nembrala pun berubah mencekam. Agaknya kematian demi kematian telah terjadi. Kevin dan kawan-kawan tak rela jika pantai yang dulunya damai diusik oleh oknum tak bertanggung jawab. Selagi mereka memulihkan kesan indah Pantai Nembrala, ada sebuah rahasia besar yang pada akhirnya mereka ungkap. 

REVIEW:
“Yah, tidak semua pertanyaan di dunia ini selalu ada jawabannya. Dunia adalah kumpulan dari misteri-misteri tanpa jawaban yang terangkum menjadi satu.” (hlm. 253)

Mengangkat tema misteri dan kemampuan melihat makhluk tak kasatmata, novel kolaborasi ini menyodorkan beberapa hal baru. Pertama, POV orang pertama yang digunakan dari masing-masing personel Kevin and the Red Rose, dibagi menjadi empat bab cerita. Masing-masing bab menonjolkan karakter tokoh utama prianya. Kevin yang jago bermusik, menggandrungi games dan anime, juga berkepribadian koleris. Eda si phlegmatis yang seorang penyiar radio dan jago berselancar. Luthfi yang andal membuat film pendek dan melankolis. Dan Ilyas si sangunis yang periang dan jago berpuisi. 

Kedua, seting tempat di pantai dan pulau yang jauh dari ibukota. Alih-alih mengambil latar bangunan tua keramat dan mistis seperti yang umumnya bisa saya bayangkan digunakan dalam novel misteri, kali ini dipilih lokasi wisata alam yang lebih terkesan damai. Selama membaca, saya beralih dari suasana pantai dan resor yang menyenangkan untuk berlibur menjadi daerah yang mencekam dan menyimpan misteri kematian penghuninya. Meskipun begitu, menurut saya deskripsi seting dengan unsur lokalitas masih bisa lebih digali sehingga tidak terkesan terlalu umum. Masih banyak sisi lokalitas yang bisa memperkuat kesan mistis yang masih terkait plot.

Ketiga, kemampuan menularkan ‘penglihatan’ makhluk tak kasatmata yang dimiliki seorang tokohnya. Bagi saya ini terbilang baru dan terkesan menakutkan. Tidak ada yang mau ‘ketularan’ kemampuan semacam itu dan terbayangkan pula bagaimana dampaknya bagi si tokoh tersebut. Kemampuan ini juga menjadi kunci utama cerita. Hanya saja, saya mengharapkan karakter si tokoh kunci ini lebih digali dan ditonjolkan lagi. Mungkin keterbatasan ini terkait dengan POV dan fokus cerita.

Keempat, ada detail-detail kisah lain terkait kehidupan pribadi para tokoh pria, yang cukup menarik diikuti. Baik itu Kevin dengan kisah cinta pertamanya, Eda dengan trauma masa lalu terkait selancar, maupun Luthfi yang menyukai sahabatnya. Nuansa musik juga terasa kental karena kedekatan keempat tokoh pria dengan musik. 

Kelima, buku dilengkapi ilustrasi yang menggambarkan sejumlah adegan cerita. Ini sangat menarik, karena membantu saya membayangkan dan memperkuat efek mencekam.

Benang merah antara kisah masing-masing personel Kevin and the Red Rose dengan misteri yang menyelubungi Pantai Nembrala pun terjalin dengan cukup rapi. Akhir kisah memuaskan, meskipun ada ‘feel’ menggantung juga seperti yang biasanya saya jumpai dalam novel misteri. Nuansa mencekamnya makin klimaks menuju akhir. Penulis berhasil menaikkan tempo cerita secara bertahap. 

Bagi kamu yang ingin mencoba membaca novel misteri, karya ini layak kamu pilih. Kapan lagi mengikuti kisah empat pemusik yang mencoba ‘menerjemahkan’ pesan-pesan dari makhluk tak kasatmata yang ingin didengar?


Minggu, 09 Desember 2018

Origamiara: Biarkan Origami Menuntun Isi Hati

Posted by Menukil Aksara | 12:57:00 PM Categories:
Judul buku      : Origamiara
Penulis            : Rezza Dwi
Editor             : Pradita Seti Rahayu
Penerbit          : PT Elex Media Komputindo
Tebal buku      : 308 hlm.
Tahun terbit    : 2016
ISBN              : 978-602-02-9466-7
Genre             : fiksi/romance

BLURB:
“Menata kertas tak seperti menata hati. Andai mengucap rasa itu semudah melipat kertas ini. Aku akan membentuk berjuta lipatan hanya untuk menyampaikan perasaan.”
---Ara—

Dalam tiap puisi yang ia tulis di origami, ada harapan. Aiara Nadya Noer berharap Fardio Tama tahu kalau di bumi ini ada ia dan perasaannya yang kian lama kian bertambah.

Dalam tiap origami yang Dio temukan di tasnya, ada kebingungan. Dio bukanlah orang yang pandai mengungkapkan perasaan.

Sampai titik mana Ara menyukai Dio diam-diam dan hanya menyampaikannya lewat origami?
Sampai kapan Dio bertahan bungkam seolah tak peduli?

Ada doa yang diucap penuh harap. Ada senyum bibir menepis getir.

Biarkan origami menuntun isi hati...

SINOPSIS:
Aiara Nadya Noer atau yang akrab disapa Ara suka sekali melipat kertas warna-warni alias origami dalam berbagai bentuk yang lucu. Setiap kali sedang fokus melipat, tak ada yang bisa mengganggunya. Origami membuatnya bahagia. Origami pulalah yang dijadikan sarana untuk menyampaikan perasaan hati pada Fardio Tama alias Dio, kakak tingkat kuliah sekaligus tetangganya. Dalam tiap origami yang diberikan diam-diam pada Dio, juga dituliskan puisi yang mengungkap isi hati Ara. Selain itu, Ara giat sekali mencari cara agar Dio menaruh perhatian padanya. Meskipun dari yang dia amati dan ketahui, Dio tidak menyukai tipe cewek sepertinya. Dio yang cerdas dan pendiam secara terang-terangan menunjukkan sikap risi setiap kali Ara di dekatnya. Tapi satu hal yang tidak Ara sadari, bahwa Dio yang memang tak pandai mengungkapkan perasaan kerap kali menunjukkan sikap yang berlawanan dengan maksud hatinya.

Di lain pihak, Fardian Tama alias Ian, adik Dio sekaligus teman seangkatan Ara berkarakter kebalikan dari kakaknya. Ian yang berteman baik dengan Ara lebih kekanak-kanakan, blakblakan, dan kadang cerewet ketika menunjukkan kepedulian. Ketika Ian menyadari perasaan Ara kepada kakaknya, ada rasa tak rela. Apa lagi, selama ini Ian dan Dio kerap berselisih paham karena meskipun berbeda karakter tapi selera keduanya nyaris selalu sama. Ian juga sering dibanding-bandingkan dengan Dio sekaligus merasa diperlakukan tidak adil. Tanpa Ian sadari, banyak hal yang tak dia ketahui atau pahami tentang Dio dan sikap orangtua mereka, yang bisa mengubah pandangannya.

Hingga suatu hari, sebuah fakta baru menyadarkan Ara, Dio, dan Ian. Mereka lantas harus berupaya menyelesaikan permasalahan sekaligus membuat pilihan terbaik yang jujur sesuai keinginan hati.

REVIEW:
“Hati berhak mendapatkan ketenangan, bukan hanya gusar menunggu dengan harapan. Akan ada saatnya kita menemukan atau ditemukan. Sebelum waktu itu tiba, kita bisa fokus pada tujuan, pada masa depan.” (hlm. 267)

Ide tentang origami dan puisi terbilang segar bagi saya, terutama dalam novel romansa Indonesia. Otomatis membuat saya sangat ingin tahu apakah si pengirim akan berhasil menyatakan perasaan secara terang-terangan kepada sang pujaan hati dan mendapatkan respon sesuai harapan. Tapi ternyata Rezza Dwi berhasil menciptakan kejutan demi kejutan dan berbagai elemen cerita yang membuat saya mulai berpikir, cerita ternyata tak sesederhana kelihatannya.

Dua tokoh utama pria yang ternyata bersaudara kandung, misalnya, tidak saya bayangkan sebelumnya. Apa lagi pada akhirnya adik-kakak ini saling tak rela Ara dimiliki salah satu dari mereka. Biasanya sih saya menghindari cerita romansa yang melibatkan persaingan cinta antarsaudara, tapi di luar dugaan kisah ini patut dikecualikan. Ada unsur-unsur keluarga yang kental, di luar persaingan cinta Dio dan Ian, yang bagi saya cukup vital memengaruhi konflik dan logis bisa saya terima. Tentang posisi anak sulung dan bungsu dan berbagai prasangka pilih kasih dan dibanding-bandingkan. Tentang kakak yang selalu harus mengalah dari adik dan diharuskan bersikap lebih dewasa. Juga tentang komunikasi yang baik dalam keluarga agar tidak timbul kesalahpahaman dan dipendam menjadi kebencian. Saya selalu respek jika penulis berhasil menyisipkan pesan semacam ini dalam cerita, genre apa pun itu. Dialog-dialog dalam Origamiara juga realistis, mengena, sekaligus mampu membangkitkan emosi. Saya merasa ‘terhubung’ dengan tokoh Dio dan bisa merasakan beban yang dipikulnya.

Tentang tokoh Ara, saya cukup syok dengan kegundahan hatinya di akhir kisah, meskipun pada akhirnya saya bisa memahami latar belakang sikapnya ini. Perkembangan karakter Ara pun cukup lambat, tapi saya suka akhir kisah yang disuguhkan terkait kebimbangan Ara atas pilihan studinya. Demikian juga dengan Ian yang meskipun terkesan menyenangkan, tapi ada sisi-sisi menyebalkan yang bikin saya kurang respek. Kisah ini juga mengangkat tema ‘friendzone’. Bahwa bukan hal baru jika dalam persahabatan cowok-cewek akan ada risiko perubahan perasaan dan status. Dan pilihan siap tidaknya perubahan ada pada tokoh tersebut.

Chemistry antartokoh cukup bagus, terutama kedekatan Ara dan Ian sebagai teman baik yang suka saling mengolok dan mengusili, atau antara Ara dengan  Alika sang sahabat karib yang saling mendukung, atau momen-momen ‘pedekate’ Ara ke Dio. Konyol dan mengharukan terasa silih berganti. Seting dan deskripsinya di kota Bandung, khususnya di sebuah kampus ternama, menyenangkan sekali bagi saya. Mengobati kerinduan akan aktivitas kampus dan kemahasiswaan, sekaligus menjadi semacam angin segar bagi saya yang tidak tinggal di Bandung. Terdapat banyak istilah terkait jurusan matematika yang diambil para tokoh, tapi telah disertai catatan kaki dan penjelasan lewat dialog antartokoh. Alur cerita yang dominan maju dan POV orang ketiga, mengasyikkan juga untuk diikuti.

Sebuah kisah romansa yang ringan, menghibur, tapi tetap berhasil mengaduk-aduk emosi saya. Terselip juga pesan kemandirian dan kegigihan meraih cita-cita selain cinta. Jika harus memilih, saya lebih suka Ara bersama Dio, karena karakter mereka saling melengkapi. Apakah Ara akan tetap memilih Dio atau berpaling kepada Ian? Kamu harus baca sendiri untuk tahu jawabannya. Awas baper, ya. Hehe. Novel yang recommended bagi para pencinta kisah romansa Indonesia, nih. Ditunggu karya-karya selanjutnya dari Rezza Dwi.


Selasa, 06 November 2018

Judul buku       : Tujuh Puisi Cinta Sebelum Perpisahan
Penulis             : Maya Lestari GF
Penyunting       : Nurul Amanah & Moemoe
Proofreader      : Hetty Dimayanti
Desain sampul  : Kulniya Sally
Penerbit           : Pastel Books
Cetakan           : I, 2018
Tebal buku       : 324 hlm.; 20,5cm
ISBN                : 978-602-6716-31-6
Genre              : novel/fiksi Indonesia/drama/family/romance

BLURB:
Kinandari menerima Evan karena dia memercayai keajaiban cinta. Ayah dan ibunya melalui petualangan menakjubkan berdua. Begitu pun akhir kisah-kisah putri Disney selalu bahagia selama-lamanya. Jadi, Kinandari mantap menerima cinta itu. Selain karena dia menghormati kesucian cinta, dia juga mencintai Evan dari dasar hatinya.

Pertemuan itu diawali dari pameran lukisan Evan di Taman Budaya Sumatra Barat. Kinandari menyampaikan apa yang dilihat matanya tentang lukisan yang berpendar dalam cahaya dan dibintangi anak perempuan murung yang rapuh. Tampaknya, Evan dan Kinandari saling jatuh cinta sejak itu. 

Sayangnya, harus berakhir tak lama sejak pertemuan manis itu. Semua tak berjalan seperti dugaan Kinandari. Cinta tidak semenakjubkan harapannya. Pun tidak semembahagiakan putri-putri Disney. Lukisan kerapuhan yang mempertemukan mereka berdua justru menjadi kenyataan pada akhir hubungan singkat itu. Ketika Evan meminta mengakhiri, dan Kinandari mengiakan, perempuan itu hanya bisa mengajukan permohonan terakhir: Tolong bacakan tujuh puisi yang pernah kau buat untukku, setelahnya peluklah aku. Maka aku akan pergi selamanya dari hidupmu.

SINOPSIS:
“Apa yang lebih menyakitkan dari mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang kau cintai?” (hlm. 11)

Kinandari berteman baik sekaligus tinggal di rumah kos yang sama dengan Esa. Bersama beberapa teman lain, kedua gadis ini juga kerap menghabiskan waktu bersama di luar kegiatan kampus dan pekerjaan. Suatu hari, Esa mengajak Kinan menghadiri pameran seni lukis kakak laki-lakinya di Galeri Seni Taman Budaya Sumatra Barat. Meskipun sesungguhnya tak terlalu paham tentang seni lukis, Kinan tetap menyanggupi. Asumsinya bahwa seniman selalu berpenampilan nyentrik dan selengekan terbantahkan ketika dia akhirnya bertemu Evan Muhammad, kakak Esa. Evan yang hangat dan berpenampilan rapi mencuri perhatian Kinan. Kinan yang cerdas dan berpendidikan tinggi pun memesona Evan dari pendapatnya yang lugas dan tepat sasaran mengenai makna lukisan karya Evan. Pertemuan tersebut memberi kesan mendalam pada keduanya. Disusul perjumpaan-perjumpaan berikutnya, Evan dan Kinan pun saling jatuh cinta dan tak butuh waktu lama untuk memutuskan menikah.

Tak lama selepas pernikahan, Evan memboyong Kinan dari Padang ke sebuah rumah megah yang terletak di Padangpanjang, di kaki Gunung Singgalang yang memukau. Kinan berhenti dari profesinya sebagai guru dan menjadi ibu rumahtangga. Rumah mereka menyatu dengan studio lukis dan galeri milik Evan. Di rumah galeri tersebut juga tinggal keluarga kecil yang terdiri atas Elok Fatma, Udo, dan anak perempuan mereka Aida. Mereka adalah kerabat dekat Evan. Elok Fatma membantu mengurusi pekerjaan rumahtangga, sedangkan Udo membantu di galeri seni. Esa pun kerap bertandang. Evan dan Esa tak lagi memiliki orangtua. Awalnya pernikahan Evan dan Kinan demikian indah dan harmonis, namun keharmonisan tersebut sayangnya tak berjalan lama. Setahun sesudah menikah, Kinan mulai merasakan perubahan sikap Evan. Pria yang dulunya hangat, berubah menjadi dingin dan kelam. Dan sebuah percekcokan yang menyakitkan memperuncing masalah hingga mereka tak lagi bicara, bahkan seolah hidup terpisah. Evan lebih memilih mendekam di studio lukisnya ketimbang memperbaiki hubungan dengan istrinya. Sedangkan Kinan yang letih dan kecewa memilih menyerah. Maka ketika Evan menyodorkan permintaan cerai, Kinan mengiakan. Kinan hanya punya permintaan terakhir agar Evan membacakan tujuh puisi cinta yang pernah dibuatnya untuk Kinan lantas memberi pelukan, sebelum perceraian mereka resmi diajukan.

Selama pembacaan tujuh puisi inilah, tanpa mereka duga banyak hal yang terjadi. Mulai dari pihak keluarga Kinan yang bersikeras membujuk dan menemui Kinan dan Evan demi membatalkan rencana perceraian, hingga kunjungan kolega sekaligus wanita yang pernah dekat dengan Evan ke rumah galeri. Elok Fatma pun akhirnya mengetahui rencana perceraian itu dan membeberkan kisah masa lalu keluarga Evan agar Kinan mempertimbangkan kembali keputusannya. Nasihat demi nasihat juga bergulir dari ayah dan ibunda Kinan, Bram sang kakak dan Sheila sang kakak ipar. Sayangnya situasi bukannya membaik, justru memburuk seiring waktu kebersamaan Kinan-Evan yang kian menipis. Di sinilah kedewasaan dan ketulusan cinta dari pasangan muda ini diuji; apakah mereka memilih akhir bahagia atau menyerah.

REVIEW:
“Matematika itu imajinatif... hanya saja, sifat imajinasinya berbeda. Tidak seperti yang dipahami para seniman... Tuhan mencintai matematika, karena itulah alam ini tercipta.” (hlm. 86)

“Kesedihan membuat orang belajar tentang makna, tentang hakikat. Membuat dia meninjau kembali semua hal yang selama ini luput darinya.” (hlm. 153)

“Saat kita menikahi seseorang, sebenarnya kita juga menikahi seluruh pengalaman hidupnya... “ (hlm. 236)

“Segitiga sama sisi! Suami-istri-Tuhan. Ketika suami dan istri menjadikan Tuhan sebagai pegangan, maka segalanya akan terasa mudah. Suatu saat Tuhan akan membukakan jalan.” (hlm. 308)

Beberapa kutipan di atas sangat bernas dan menyentuh hati, bukan? Maka di dalam novel ini kamu akan jumpai banyak kutipan semacam itu. Bukan sembarang nasihat kehidupan dan pernikahan, melainkan uniknya ada yang disarikan dari sudut pandang ilmiah, lewat pemahaman akan semesta dan prinsip matematika dasar. 

Benar sekali. Kelebihan sekaligus daya tarik lain dari novel ini adalah adanya sejumlah pemaparan menarik terkait prinsip Matematika dasar yang merupakan draft buku panduan matematika yang sedang disusun tokoh utama, Kinan. Diberi judul Rahasia Matematika yang Kamu Tidak Tahu, bagian ini selalu saya nantikan dalam novel—selain bagian dongeng. Selanjutnya kemahiran Kinan menciptakan sekaligus mendongengkan kisah-kisah fantasi penuh hikmah menjadi kekuatan dalam penokohan. Seorang guru matematika yang nyastra, kurang lebih demikian. Kehadiran tujuh puisi cinta sebagai perpisahan juga sangat mendukung plot cerita. Tak sekadar mempermanis kisah, tapi juga mengajak pembaca menyusuri perjalanan cinta Kinan-Evan. Puisi-puisinya tak pelik, cukup mudah dipahami karena disesuaikan dengan karakter Evan yang pelukis bukannya penyair. Alih-alih, puisi-puisi tersebut lebih mengutamakan dampak emosional terhadap pembaca.

Berseting Padangpanjang, penulis yang notabene memang asli Minang berhasil menuturkan keindahan sekaligus sejarah beberapa seting tanpa melenceng dari plot cerita. Muatan kearifan lokalnya sangat terasa. Ditambah lagi kehadiran sejumlah tokoh yang mencerminkan budaya kekeluargaan dan ketimuran. Deskripsi mengenai lukisan dan maknanya lewat sosok Evan juga memuaskan. Meskipun saya awam terhadap seni lukis aliran surealis, tapi penjelasan lewat dialog antartokoh di sini sangat membantu. Selain itu, novel ini juga membuat saya tertarik mencari tahu sedikit mengenai aliran seni lukis.

Karakter Evan yang pendiam, dingin dan kelam—seperti lukisan-lukisannya, ditambah latar belakang keluarga dan masa kecilnya menjadi poin penting dari konflik. Karakter ini bertolak belakang sekali dengan Kinan yang pada dasarnya periang dan blakblakan. Komunikasi mereka yang tidak sehat sangat emosional. Dan fokus atas akar masalah inilah yang saya sukai dari kisah ini. Bukan tipikal cerita konflik pernikahan yang terlalu ‘drama’, yang biasanya melibatkan perselingkuhan, cekcok dengan keluarga besar, dan semacamnya. Kehadiran keluarga Kinan pun sesuai porsi, hanya sebagai pihak luar yang netral dan memberi nasihat. Demikian juga Elok Fatma dan keluarganya.

Alur campuran yang digunakan jelas, tak membuat saya bingung atau bosan selama membaca. Catatan pernikahan ayah Kinan yang diberikan sebagai nasihat, awalnya terkesan datar dan sederhana, tapi ternyata menyimpan hikmah besar yang diungkapkan di akhir cerita. Maka bisa dikatakan tak ada satu pun elemen yang sia-sia atau sekadar tempelan di sini.

Benar-benar sebuah kisah cinta yang sarat hikmah dan mengaduk-aduk emosi, juga menguji kesabaran saya yang sangat penasaran dengan akhir yang dipilih penulis. Novel yang tanpa ragu akan saya rekomendasikan bagi siapa pun yang mencintai budaya Indonesia dan terutama yang sedang gamang dengan pasangan—seperti yang dikatakan sang editor. Pernikahan enggak cukup dengan cinta. Komunikasi yang baik, komitmen, dan kedekatan dengan Tuhan pun wajib dimiliki pasangan mana pun. Dan ngomong-ngomong, jangan terkecoh dengan kavernya yang merah muda kalem, karena ceritanya kelam mematahkan hati. Tapi tetap saja, layak sekali kamu menikmati ‘kelamnya’ karena ada keindahan dalam perjalanannya.


Selasa, 30 Oktober 2018

[BLOGTOUR – GIVEAWAY] Giveaway Novel Song for Alice

Posted by Menukil Aksara | 8:24:00 AM Categories:

[UPDATE] PENGUMUMAN PEMENANG

Dan satu orang yang beruntung mendapatkan novel Song For Alice di Blogtour & Giveaway sesi ini adalah...

Selamat kepada Rezza Dwi / Instagram: @wireawi

Silakan konfirmasi nama, alamat lengkap plus kodepos, dan nomor telepon untuk pengiriman hadiah. Konfirmasi via DM Instagram saya.

Terima kasih kepada teman-teman pembaca yang sudah berpartisipasi dalam giveaway ini. Masih berlangsung Blogtour & Giveaway sesuai jadwal di banner, ya. Silakan meramaikan dan coba lagi kesempatan untuk mendapatkan novel Kak Windry ini.

Terima kasih juga sudah meramaikan sesi blogtour di blog saya. Sampai jumpa di lain waktu ☺

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Halo pembaca, jumpa lagi! Masih setia menyimak Blogtour & Giveaway Song for Alice? Sekarang tiba saatnya mengumumkan giveaway beserta ketentuannya. Giveaway ini terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca novel terbaru Kak Windry Ramadhina ini. Siap? Yuk, disimak ketentuan berikut:

1. Berdomisili dan beralamat kirim di Indonesia

2. Wajib follow/ikuti Twitter: @TWIGORA @windryramadhina @LaniVitri ATAU Instagram: @TWIGORA @beingfaye @wordsnpages_melani3

3. Simak dua postingan sebelum ini yang merupakan sesi WAWANCARA dengan Kak Windry dan REVIEW novel Song for Alice. Tinggalkan komentar kamu di kedua blogposts tersebut. Usahakan komentar sesuai dengan topik pembahasan, ya

4. Bagikan info giveaway ini di Twitter kamu dan mention saya. Boleh juga repost di feed Instagram atau share via story kamu. Untuk story Instagram, biarkan 24 jam dan pastikan tag saya. Sertakan hashtag #GASongForAliceXMelani #NovelSongForAlice, baik di Twitter maupun Instagram

5. Di kolom komentar postingan ini, tuliskan: NAMA – AKUN TWITTER/INSTAGRAM KAMU – LINK SHARE INFO GIVEAWAY. Bagi yang share via story Instagram, cukup isi LINK SHARE dengan kata ‘DONE STORY’ 

6. Akun medsos kamu tidak digembok/tidak diprivat untuk memudahkan pengecekan

7. Giveaway berlangsung sejak tanggal 30 Oktober hingga 4 November 2018. Pengumuman pemenang pada tanggal 6 November 2018 di blogpost ini, Twitter, dan Instagram saya

8. Satu orang pemenang yang beruntung akan mendapatkan 1 (satu) eksemplar novel Song For Alice yang akan dikirimkan langsung oleh penerbit. Pertimbangan pemenang salah satunya lewat feedback kamu di komentar WAWANCARA dan REVIEW. Keputusan pemenang tidak dapat diganggu gugat.


Mudah,kan? Siapa pun bisa menang, jadi yuk jangan dilewatkan kesempatan ini. 


FYI, Blogtour & Giveaway Song For Alice ini masih akan berlangsung bersama hosts lain. Silakan meramaikan juga rangkaian Blogtour di blog mereka berikut ini:

20 – 22 OKTOBER 2018 2018: ORINTHIA LEE

23 – 25 OKTOBER 2018:  LUCKTY GIYAN SUKARNO

26 – 28 OKTOBER 2018: PUTU RINI CIPTA RAHAYU

29 – 31 OKTOBER 2018 : MELANI I. S

1 – 3 NOVEMBER 2018: AINI EKA

4 – 6 NOVEMBER 2018 2018: ILMI FADILLAH

7 – 9 NOVEMBER 2018 2018: KHAIRISA RAMADHANI PRIMAWESTRI


Silakan daftarkan keikutsertaanmu dalam giveaway di kolom komentar di bawah ini, ya. Baca ketentuannya baik-baik. Banyak-banyak berdoa dan semoga beruntung! Terima kasih ☺❤




Senin, 29 Oktober 2018

Judul novel   : Song for Alice
Penulis        : Windry Ramadhina
Editor          : Rinandi Dinanta
Proofreader : Christian Simamora
Tebal buku  : 328 halaman, SC; 14 x 20 cm
Bookpaper  : 55 gr
ISBN           : 978-602-51290-7-0
Harga          : Rp  85,000
Genre          : Romance, music

TAGLINE:
Mencintaimu adalah penantian yang panjang.

BLURB:
SEPERTI APA CINTA MENINGGALKANMU
ADALAH SESUATU YANG TERAMAT SULIT KAU LUPAKAN.

Bagi Arsen, pulang berarti kembali pada Alice—perempuan pertama yang mencuri hatinya dua belas tahun lalu. Sore itu adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu. Arsen menarik Alice ke dalam pelukannya, berusaha mengingatkan perempuan itu pada sejarah mereka dulu. Namun yang membersit di benak Alice hanya sakit hati... ditinggal pergi Arsen di saat dia benar-benar jatuh cinta.

Memang benar, Alice selalu merindukan Arsen. Ketertarikan di antara mereka masih memercik api seperti dulu. Namun masa lalu adalah pelajaran yang teramat berharga bagi perempuan itu. Arsen adalah orang yang membuat Alice merasa paling bahagia di muka bumi, juga yang bertanggung jawab membuatnya menangis tersedu-sedu.

Sekuat tenaga Alice mencoba menerima kembali kehadiran Arsen dalam hidupnya. Membiasakan diri dengan senyumnya, tawanya, gerak-gerik saat berada di ruang tengah; bahkan harus meredam gejolak perasaan atas kecupan hangat Arsen di suatu malam. Terlepas dari kenyataan Arsen membuat Alice jatuh cinta sekali lagi, ada pertanyaan besar yang hingga kini belum terjawab: pantaskah laki-laki itu diberi kesempatan kedua?


SINOPSIS:
“Namanya Alice Lila... Alice dari Alice Cooper. Lila seperti ‘Lyla’ Oasis.” (hlm. 255)
“Panggung besar. Cahaya. Ribuan orang memanggil-manggil namaku. Semua itu membuatku... lupa. Aku seperti kehilangan... aku yang dulu.” (hlm. 184)
Arsen Rengga, musisi rock yang karirnya sedang menanjak dan dipuja oleh banyak penggemar wanita mendapat kritikan pedas atas album terakhirnya yang dinilai dangkal. Dia juga mendapat sorotan atas gaya hidupnya, hobinya melewatkan malam bersenang-senang di pub. Arsen tak ambil pusing dengan kritikan tersebut, meskipun manajer dan produsernya berpendapat serupa. Hingga suatu hari, sebuah kecelakaan menyentakkan kesadarannya. Arsen yang diberikan waktu cuti memanfaatkan kesempatan tersebut untuk pulang. Pulang ke rumah di mana ada seseorang yang dianggapnya keluarga namun telah lama dicampakkannya.

Alice Lila, gadis yang mengelola sekolah musik bernama Lilt, warisan dari mendiang Kakeknya—Kakek Lur, sedang dipusingkan oleh kondisi Lilt yang terancam gulung tikar. Resesi dan persaingan membuat Lilt tak lagi seramai dulu. Bahkan satu-satunya pengajar yang bertahan akhirnya memilih hengkang. Di tengah situasi tak menyenangkan ini, Arsen kembali. Pemuda yang pernah menjadi bagian dari keluarga, sepeninggal mamanya—Tante Rae, yang juga pernah mengajar di Lilt. Empat tahun lalu, Arsen memilih meninggalkan Alice, Kakek Lur, bahkan band Looking For Charlotte yang dia bentuk bersama Len, Rik, dan O, demi tawaran rekaman dari label besar. Sebuah keputusan yang egois.

Kepulangan Arsen tak begitu saja disambut hangat oleh Alice. Perasaan kecewa masih menguasai Alice. Dan kelakuan Arsen di awal kepulangan kian melemahkan kepercayaan Alice pada Arsen. Walaupun demikian, Arsen tetap berupaya keras membuktikan kesungguhan dan menebus kesalahannya. Setelah berhasil membujuk dan meyakinkan Len, Rik, dan O untuk membantu mengajar di Lilt, di sela-sela kesibukan mereka masing-masing, Arsen juga perlahan mendapatkan kembali kepercayaan Alice. Berkat popularitas Arsen, Lilt bahkan mendapatkan promosi yang bagus. Mar sang manajer juga banyak membantu. Kebersamaan dengan Alice dan ketiga teman lamanya, juga Sal kakak Len yang juga menganggapnya keluarga, membuat Arsen berubah lebih baik. Bahkan Arsen menyatakan cinta pada Alice dan berhasil menyelesaikan lagu yang terinspirasi dari Alice. Kebahagiaan mereka terasa kian lengkap dari hari ke hari. Tapi, benarkah ada kebahagiaan dan kisah yang benar-benar sempurna dan berlangsung selamanya?


REVIEW:
“Aku pulang untuk mendapatkannya kembali.” (hlm. 177)
“Sekarang, saya mendapat kesempatan kedua. Saya ingin melakukannya dengan benar kali ini. hidup seharusnya dipergunakan untuk menjaga hal-hal yang penting bagi kita.” (hlm. 311)

Mengambil seting Jakarta dan latar dunia musik, kisah Alice dan Arsen juga didominasi kisah keluarga dan persahabatan, tak melulu romansa antara dua tokoh utamanya. Poin-poin tersebutlah yang menjadi alasan utama saya menyukai novel ini. Saya selalu lebih mudah jatuh cinta pada kisah semacam ini.

Menggunakan sudut pandang POV orang ketiga, tak membuat saya kesulitan merasa terhubung dengan karakter para tokoh dan emosi yang mereka rasakan. Bahkan pemilihan POV ini cukup adil mengingat banyak tokoh pendukung yang menarik untuk disorot juga. Sebut saja Mar dan Len, dua tokoh pendukung yang paling menarik perhatian dan simpati saya. Mar yang cerewet tapi sebenarnya baik. Dia ini menggambarkan sosok manajer yang profesional, sangat membantu segala aktivitas berkarir Arsen tapi juga tak segan menunjukkan dukungan lewat tindakan nyata di luar urusan bermusik, Sebagai wanita, Mar nggak cukup feminin dan lemah lembut, lebih seperti sosok wanita karir yang tangguh. Dan saya suka itu. Sedangkan Len yang kalem adalah karakter calon dokter yang mudah disukai, juga sahabat yang suportif dengan caranya. Kehadiran Len ini semacam pelengkap dan penyeimbang kelakuan egois dan bengal Arsen. Apalagi Len punya Sal, sosok kakak perempuan yang penyayang. Sesuailah dengan karakter Len yang dewasa. Dalam beberapa aspek, Len lebih saya sukai ketimbang Arsen. Ini bukan kali pertama saya jatuh cinta pada second lead character.

Untuk Arsen dan Alice, mereka memesona dengan karakter mereka masing-masing yang unik. Arsen yang bisa dikatakan mencerminkan sosok bad boy, ditunjang latar belakangnya sebagai musisi rock yang masih muda—usia yang rentan dengan glamornya dunia hiburan. Sosok yang egois dan berengsek—seperti yang diakuinya sendiri. Dan keegoisannya ini memang menjengkelkan. Sempat, saking kesalnya, saya mempertanyakan apakah cowok egois begini layak mendapatkan kesempatan kedua dari Alice yang notabene sudah cukup menderita? Hehe... Tapi kisah masa kecil Arsen juga bikin bersimpati dan meskipun saya tidak merasakan kehilangan orangtua karena kematian, saya bisa turut merasakan kehilangan itu dengan cara saya. Selain itu, Arsen juga memiliki sisi-sisi manis dan karisma yang membuat saya paham mengapa Alice mencintainya. Bagaimanapun, Arsen adalah tokoh yang paling terlihat perkembangan karakternya sepanjang cerita. Alice sendiri juga yatim piatu, sehingga kesamaan nasib inilah yang menyatukan mereka, di samping perbedaan karakter yang menarik. Alice yang lebih suka musik klasik dan tidak menyukai rock, misalnya. Chemistry Alice-Arsen pun terasa. Selain itu, detail-detail deskripsi karakter mereka, seperti kebiasaan-kebiasaan kecil Alice memperkuat penokohan dan chemistry.

Deskripsi mengenai sekolah musik Lilt dan berbagai detail terkait musik juga mengesankan dan menghangatkan hati. Saya jatuh cinta dengan penggambaran Lilt, dengan suasana ramai oleh anak-anak yang belajar musik. Sampai saya berandai-andai, jika saja semasa kecil saya juga berkesempatan merasakan atau seenggaknya jika memiliki anak kelak akan ada kesempatan untuk bersekolah seperti di Lilt. Dan tak heran karena ternyata Kak Windry tak sekadar riset, tapi menuangkan pengalaman pribadi selama menemani putrinya bersekolah musik. Feel-nya sangat terasa. 

Hal favorit lain dari novel ini adalah pemilihan nama untuk setiap tempat dan tokoh. Uniknya, para tokoh memiliki nama panggilan yang hanya terdiri atas tiga huruf bahkan kurang. Al, Sen, dan terutama Len, Mar, Rik, Sal, Lur (Kakek), dan O. Juga nama Lilt, Fat Sal, dan Looking for Charlotte. Semua terasa pas dengan makna yang nggak asal comot, sekaligus indah didengar.

Dan meskipun tak banyak menyisipkan istilah dan penjelasan bidang kedokteran, Kak Windry berkonsultasi dan melakukan riset yang memadai untuk mendukung plot. Baca sendiri novel agar kamu paham, ya. Hehe...

Alurnya dominan alur maju, namun ada beberapa bagian yang merupakan kilas balik. Untuk novel yang tak terlalu tebal, alur ceritanya pas, tak terlalu lambat tapi juga tak terkesan terburu-buru. Plotnya rapi. Cukup banyak adegan yang menguras emosi yang mana membuktikan kesuksesan Kak Windry melibatkan saya sebagai pembaca dengan cerita. Salah satu adegan favorit saya adalah jelang akhir, di bagian konser. Bikin emosi saya campur aduk.

Benar-benar pengalaman membaca yang berkesan. Sebuah novel tentang kesempatan kedua dan berdamai dengan luka. Saya terngiang-ngiang dengan beberapa kutipan di dalamnya. Dan jika kamu tipikal pembaca yang mudah terhanyut dengan cerita, dijamin akan merasa emosional bahkan meneteskan air mata selama membaca. Bagi penggemar musik rock terutama band Inggris, juga akan merasa terhubung dengan karya ini. 

Satu lagi karya Kak Windry yang tidak boleh kamu lewatkan. Wajib dibaca dan dimiliki bukunya. It’s beautifully written. Kavernya juga cantik, bukan?


Tentang Penulis:
WINDRY RAMADHINA lahir dan tinggal di Jakarta; percaya atau tidak, mampu mendengarkan berbagai bentuk rock, yang paling keras sekalipun. Dia menulis fiksi sejak 2007. Buku-bukunya banyak bercerita tentang cinta, kehidupan, impian, dan harapan. Song for Alice adalah bukunya yang kesebelas.

Windry suka membaca surat dan menjawab pertanyaan. Dia bisa dihubungi lewat e-mail windry.ramadhina@gmail.com, Instagram @beingfaye, atau blog www.windryramadhina.com


P.S. Untuk photo challenge kali ini adalah dengan berfoto bersama novel Song For Alice. So, here we go, guys. Maafkan gaya saya yang seadanya ini hehe... ☺


Jangan lupa, masih akan ada giveaway bagi kamu yang ingin membaca dan memiliki novel ini gratis. Nantikan ketentuan lengkapnya di postingan blog selanjutnya dan ajak teman-temanmu juga. Sampai jumpa.




[BLOGTOUR – WAWANCARA] Ask the Author: Windry Ramadhina

Posted by Menukil Aksara | 5:25:00 AM Categories:
Hai, pembaca. Bagi kamu pencinta novel Indonesia, terutama karya Kak Windry Ramadhina, mulai hari ini akan diselenggarakan rangkaian sesi blogtour Song for Alice di blog saya ini. Jangan lewatkan kesempatan mendapatkan satu eksemplar novel Song for Alice dengan mengikuti giveaway di akhir sesi blogtour ini.

Selengkapnya, blogtour akan diadakan selama 21 hari dengan jadwal sebagai berikut:

20 – 22 OKTOBER 2018 2018: ORINTHIA LEE

23 – 25 OKTOBER 2018:  LUCKTY GIYAN SUKARNO

26 – 28 OKTOBER 2018: PUTU RINI CIPTA RAHAYU

29 – 31 OKTOBER 2018 : MELANI I. S

1 – 3 NOVEMBER 2018: AINI EKA

4 – 6 NOVEMBER 2018 2018: ILMI FADILLAH

7 – 9 NOVEMBER 2018 2018: KHAIRISA RAMADHANI PRIMAWESTRI
Url.Blog: http://krprimawestri.blogspot.co.id/

Catat tanggalnya, ya. Silakan memperbesar peluang keberuntungan kamu dengan mengikuti giveaway sesuai jadwal masing-masing.


Judul novel   : Song for Alice
Penulis        : Windry Ramadhina
Editor         : Rinandi Dinanta
Proofreader : Christian Simamora
Tebal buku  : 328 halaman, SC; 14 x 20 cm
Bookpaper   : 55 gr 
ISBN            : 978-602-51290-7-0
Harga          : Rp  85,000
Genre          : Romance, music

TAGLINE:
Mencintaimu adalah penantian yang panjang.

BLURB:
SEPERTI APA CINTA MENINGGALKANMU
ADALAH SESUATU YANG TERAMAT SULIT KAU LUPAKAN.

Bagi Arsen, pulang berarti kembali pada Alice—perempuan pertama yang mencuri hatinya dua belas tahun lalu. Sore itu adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu. Arsen menarik Alice ke dalam pelukannya, berusaha mengingatkan perempuan itu pada sejarah mereka dulu. Namun yang membersit di benak Alice hanya sakit hati... ditinggal pergi Arsen di saat dia benar-benar jatuh cinta.

Memang benar, Alice selalu merindukan Arsen. Ketertarikan di antara mereka masih memercik api seperti dulu. Namun masa lalu adalah pelajaran yang teramat berharga bagi perempuan itu. Arsen adalah orang yang membuat Alice merasa paling bahagia di muka bumi, juga yang bertanggung jawab membuatnya menangis tersedu-sedu.

Sekuat tenaga Alice mencoba menerima kembali kehadiran Arsen dalam hidupnya. Membiasakan diri dengan senyumnya, tawanya, gerak-gerik saat berada di ruang tengah; bahkan harus meredam gejolak perasaan atas kecupan hangat Arsen di suatu malam. Terlepas dari kenyataan Arsen membuat Alice jatuh cinta sekali lagi, ada pertanyaan besar yang hingga kini belum terjawab: pantaskah laki-laki itu diberi kesempatan kedua?



Nah, di kesempatan kali ini silakan disimak sederetan pertanyaan yang saya ajukan kepada Kak Windry, lengkap dengan jawabannya. Tak kenal maka tak sayang, kan. Oleh sebab itu, kamu wajib tahu beberapa hal terkait novel terbaru Kak Windry ini yang dijamin akan makin membuatmu penasaran dan tertarik untuk membacanya.

Siap? Let’s meet Kak Windry Ramadhina 😊


Q: Saya suka bagaimana Kak Windry memilihkan nama-nama tokoh dan tempat dalam cerita, yang enggak sekadar indah, akrab, berkesan, tapi juga memiliki makna/latar belakang. Seperti Alice Lila dan Lilt. Bagaimana proses pemilihan nama-nama tersebut? Apakah memakan waktu?
.


A: Biasanya saya memberi nama tokoh/tempat dalam novel sesuai dengan tema dan nuansa cerita. Song for Alice bernuansa musik (terutama rock dan klasik). Karena itu, saya sengaja mencari nama musisi rock atau nama yang diasosiasikan dengan musik rock. Alice, misalnya, diambil dari Alice Cooper. Nama-nama lain pun berhubungan dengan rock. Arsen, Len (Lennon), Rik (Erik), O (Otis), Sal (Sally), dan Mar. Sementara itu, untuk nama sekolah musik milik Alice, saya mencari istilah musik klasik yang memiliki arti pas dengan filosofi kakek Alice, yaitu Lilt.
Mencari nama selalu memakan waktu bagi saya. Tetapi, saya tidak keberatan. Itu elemen yang saya anggap penting. Saya tidak ingin nama-nama tersebut hanya sekadar panggilan. Saya ingin mereka memiliki arti (paling tidak bagi saya) dan ikut memberi jiwa ke cerita.
.
Q: Kisah novel ini mengandung pesan kehilangan yang pekat. Bagaimana Kak Windry mengeksplorasi emosi sehingga bisa melibatkan pembaca untuk ikut merasakan? Apakah dengan menggali memori kehilangan dari pengalaman pribadi atau ada cara lain?
A: Setiap orang pernah kehilangan. Tetapi, masing-masing memiliki cara sendiri dalam menghadapi hal tersebut. Menyamakan kehilangan Alice dengan kehilangan saya pribadi belum tentu tepat. Maka, saya berusaha menempatkan diri sebagai Alice. Bagaimana kehilangan mempengaruhinya, apa yang paling dia rasakan, dan seperti apa dia bereaksi. Sebelum itu, saya harus memahami kepribadian Alice, baru bisa berempati kepadanya. Ini berkaitan erat dengan proses pengembangan karakter yang dilakukan jauh sebelum saya memulai proses penulisan. Selama proses penulisan, juga dalam penyuntingan naskah Song for Alice, saya berkali-kali menangis. Lalu, saya berusaha membagi empati yang saya rasakan kepada pembaca.
.
.
Q: Selain Arsen dan Alice, siapakah tokoh dalam cerita ini yang sangat berkesan atau disayang oleh Kak Windry? Mengapa?

A: Saya memiliki ketertarikan khusus kepada Len, salah satu teman lama Arsen sekaligus personel Looking for Charlotte. Sepertinya, sebagian pembaca Song for Alice pun demikian. Tetapi, dia memang tipe yang mudah untuk disukai. Dewasa, bertanggung jawab, tenang, mampu membaca situasi dengan baik, dan perhatian kepada orang-orang di sekitarnya. Dan, sebagai tokoh pendukung, dia punya kedalaman karakter.








Q: Ide tentang seting sekolah musik itu sangat berkesan bagi saya. Adakah Kak Windry punya pengalaman pribadi/kenangan terkait sekolah/kursus musik?
A: Lilt terinspirasi dari sekolah musik yang saya datangi setiap Sabtu pagi bersama anak saya. Selama lima tahun, dia mengambil kelas piano di sana dan saya selalu menemani. Saya biasa menunggu di luar kelas dan melihat anak-anak kecil berlarian sambil membawa buku musik atau mengintip ke dalam kelas lewat lubang kaca di pintu. Sejak lama saya ingin menceritakan tempat itu lewat novel.
.
.

Q: Apa definisi ending (akhir kisah) yang sempurna bagi Kak Windry sebagai penulis?
A: Saya selalu berusaha melihat akhir cerita lebih dari sekadar sedih atau bahagia. Kehidupan tidak hitam dan putih. Di kehidupan, seringnya kita menemukan kesedihan dan kebahagiaan berdampingan.
Yang terpenting, di akhir kisah, pembaca menyadari sesuatu yang berharga yang barangkali selama ini terlewat olehnya. Pada saat yang bersamaan, saya ingin pembaca merasakan harapan. Dunia ini tidak sempurna, kita punya banyak masalah, kita kehilangan sesuatu atau seseorang, kita belum berhasil mewujudkan impian. Tetapi, kita harus percaya, kita akan baik-baik saja.
.
.
.

Nah, bagaimana? Menarik sekali, kan. Saya pribadi merasa sangat senang karena beberapa pertanyaan yang saya anggap penting dijawab tuntas oleh Kak Windry. Sekaligus bikin saya makin menghargai proses kreatif kepenulisan maupun karya yang dihasilkan. Terima kasih atas kesempatannya dan sukses selalu untuk Kak Windry, ya... 😊


Tentang Penulis:

WINDRY RAMADHINA lahir dan tinggal di Jakarta; percaya atau tidak, mampu mendengarkan berbagai bentuk rock, yang paling keras sekalipun. Dia menulis fiksi sejak 2007. Buku-bukunya banyak bercerita tentang cinta, kehidupan, impian, dan harapan. Song for Alice adalah bukunya yang kesebelas.

Windry suka membaca surat dan menjawab pertanyaan. Dia bisa dihubungi lewat e-mail windry.ramadhina@gmail.com, Instagram @beingfaye, atau blog www.windryramadhina.com   
.

P.S. Foto Kak Windry diambil dari Instagram pribadi @beingfaye


Sampai jumpa di blogpost selanjutnya, masih dalam rangkaian BLOGTOUR&GIVEAWAY SONG FOR ALICE  😘

Selasa, 23 Oktober 2018

Judul buku   : Three Amazing Things About You (Hal-Hal Mengagumkan Tentangmu)
Penulis        : Jill Mansell
Penerbit      : ElexMedia Komputindo
Alih bahasa : Ine Milasari Hidajat
Editor         : Sofi Sugiharti & Dion Rahman
Cetakan      : pertama, 2017
Tebal buku  : 506 hlm.
ISBN           : 978-602-04-7772-5
Genre         : contemporary romance (18+)

BLURB:
    Hallie mempunyai rahasia. Dia sedang jatuh cinta. Lelaki itu sempurna untuknya dalam segala hal, tapi sosoknya benar-benar di luar batas. Dan teman-temannya tidak akan membantunya karena mereka mengetahui bahwa Hallie tidak memiliki waktu lama untuk hidup. waktunya hampir habis...

    Flo mengalami dilema. Dia sangat menyukai Zander. Tapi kakak perempuan Zander yang menakutkan tidak akan sedikit pun merasa senang melihat mereka berteman—apalagi lebih dari itu.

    Tasha punya masalah. Pacar barunya adalah tipe petualang. Dan dia takut salah satu petualangannya akan menjadi sangat buruk.

    Three Amazing Things About You dimulai saat Hallie melakukan perjalanan. Seorang donor telah ditemukan dan dia akan diberi paru-paru baru. Tapi siapa?

SINOPSIS:
    “... saat orang memiliki permasalahan dalam kehidupan, maka permasalahan itu menjadi luar biasa penting bagi mereka dan semua orang harus menghormatinya. Mereka jelas tidak boleh merasa seolah tidak mampu bersaing dengan orang yang memberikan nasihat.” (Hallie, hlm. 7)

    “Bisa saja aku tinggal di rumah dan tidak keluar dari tempat tidur sepanjang hari. Itu akan lebih aman. Tapi bukan begitu caranya menjalani kehidupan, kan?”
(Rory, hlm. 171)

    “Apakah hubungan mereka menjadi lebih mendebarkan karena kenyataan bahwa itu adalah sebuah rahasia? Seperti berselingkuh, tapi tanpa perlu menikah?” (Flo, hlm. 222)

    Hallie yang tinggal di Carranford mengelola sebuah laman dengan nama samaran Rose, dikenal sebagai pribadi bijak yang selalu memiliki solusi untuk tiap permasalahan yang disodorkan pengunjung website. Padahal tak ada dari mereka yang tahu bahwa sesungguhnya Hallie hanyalah gadis biasa berkebutuhan khusus karena mengidap penyakit serius yang membatasi geraknya. Hallie bahkan tak berani mengungkapkan perasaan cintanya pada seseorang karena sadar bahwa hidupnya mungkin tak akan lama. Meski demikian, masih ada harapan akan donasi organ yang memberinya peluang kesembuhan tinggi. Tapi kapankah kesempatan itu tiba dan dari siapakah Hallie akan mendapatkan donasi organ?

Sedangkan di Bristol ada Flo, seorang gadis lajang mandiri, bekerja di sebuah rumah jompo. Selain itu, dia pernah dipekerjakan sebagai perawat seorang wanita tua kaya di sebuah flat besar. Sepeninggal wanita tersebut, Flo menghadapi konflik akan amanat untuk tetap merawat Jeremy, kucing kesayangan mendiang wanita tersebut dan tinggal di flat besarnya. Sebuah wasiat yang dtentang keras oleh Lena, cucu perempuan sang pemilik flat. Lena pun memusuhi Flo. Di sisi lain, seiring berjalannya waktu, Flo justru saling suka dengan Zander, adik laki-laki Lena yang karakternya jauh berbeda dengan sang kakak.

Di London, Tasha seorang make-up artist profesional, secara kebetulan berkenalan dengan Rory berkat sebuah insiden memalukan. Keduanya pun lantas menjalin hubungan serius. Semua berjalan lancar, termasuk penerimaan oleh kedua sahabat baik mereka, Joe dan Carmel. Hanya saja, hobi berpetualang di alam bebas dan melakukan berbagai olahraga ekstrim yang digandrungi Rory dan Joe membuat Tasha sering kali waswas.

REVIEW:
Kisah romansa yang pada garis besarnya beralur maju ini berseting di Inggris, di tiga kota berbeda. Tiga tokoh utama wanitanya memiliki konflik masing-masing. Menggunakan POV orang ketiga dengan gaya bahasa yang ringan membuat saya betah mengikuti kisah Hallie, Tasha, dan Flo. Masing-masing kisah memiliki daya tarik berbeda.

Dalam kisah Hallie, saya selalu menantikan Rose membalas surat pengunjung website dan menyenangkan juga mengetahui berbagai permasalahan yang kadang umum dialami oleh wanita tapi ada juga yang unik. Selain itu, kisah cinta diam-diam Hallie bikin gemas dan menunggu-nunggu dalam momen seperti apakah cinta itu terungkap. Selain itu, kehadiran tokoh dokter muda Luke, mantan kekasihnya Christina yang cantik, dan Bea sahabat Hallie yang baik tapi sering tidak peka menambah keseruan cerita. Sedangkan Flo yang harus sabar menghadapi kebencian Lena yang berkarakter arogan, bossy, dan keras kepala sedikit mengingatkan saya akan drama Cinderella dengan ibu tirinya (di sini bisa dikatakan ibarat menghadapi kakak tiri). Yang seru adalah kelakuan para sahabat ‘senior’ Flo dari rumah jompo yang tidak jarang konyol dan norak tapi bermaksud baik. Salah satu tokoh pendukung yang menonjol adalah Margot dan keponakannya Patrick. Juga si kucing Jeremy yang suka jaim dan bikin saya senyum-senyum dengan kelakuannya yang kadang mirip manusia. Sedangkan Zander, karakternya mudah disukai, karena selain tampan dia juga menyenangkan dan lebih dewasa dari kakak perempuannya. Dan kisah paling seru dan dipenuhi adegan lucu adalah kisah Tasha, Rory, bersama kedua sahabat mereka. Karakter yang cukup bertolak belakang dari pasangan Tasha-Rory justru jadi daya tarik. Ditambah lagi Joe yang sangat suka menjaili mereka, humoris, sekaligus sangat setiakawan. Saya suka setiap kali Joe muncul, plus interaksi tarik-ulurnya dengan Carmel yang menggemaskan.

Ketiga kisah diceritakan bergantian, tapi plotnya rapi sehingga saya tidak bosan atau bingung selama peralihan cerita. Jill Mansell juga menyisipkan detail yang menarik tentang profesi para tokoh dan hobi yang memperkuat penokohan. Membaca kisah kehidupan tiga karakter wanita berbeda ini, saya diajak terlibat secara emosi, kadang bersimpati, kesal, tertawa, dan klimaksnya ada perasaan haru. Tipikal novel yang meskipun tebal tapi tanpa terasa sudah membawa saya pada ujung kisah.

Yang sedikit kurang menurut saya hanyalah momen klimaks ke antiklimaks yang terasa agak terlalu cepat. Saya belum sepenuhnya ikut merasakan kesedihan mendalam maupun keterkejutan ketika penulis sudah menyuguhkan solusi. Tapi secara keseluruhan ending memuaskan dan pesan kemanusiaan terkait donasi organ tersampaikan dengan baik. Jika kamu pencinta contemporary romance, novel ini sangat layak dibaca. Tak melulu menyajikan kisah cinta manis, tapi juga membawa pesan kebaikan besar yang sesuai realita sekarang. Kaver edisi Indonesia ini juga menarik. Simpel tapi tetap mewakili isi cerita, dibarengi kualitas terjemahan yang cukup baik.



The Fourth Monkey: Psikopat atau Hakim Jalanan?

Posted by Menukil Aksara | 10:34:00 AM Categories:
Judul buku      : The Fourth Monkey
Penulis           : J.D. Barker
Alih bahasa     : Endang Sulistyowati
Penyunting      : Ani Nuraini Syahara
Redesain         : Yanyan Wijaya
Tebal buku      : 568 hlm.
Penerbit          : Bhuana Sastra (Bhuana Ilmu Populer)
Tahun terbit    : 2018
ISBN               : 978-602-455-574-0
Kategori         : Novels/Adult U17+ / crime-suspense-thriller

BLURB:
    Tewasnya seorang pria yang tertabrak—entah murni kecelakaan atau sengaja menabrakkan diri—menyisakan tanda tanya besar. Pasalnya, ia membawa sebuah kotak berisi potongan telinga.

Disinyalir, ia adalah Pembunuh Empat Monyet, buron polisi selama hampir lima tahun. Dengan dalih filosofi Tiga Monyet Bijak, ia selalu memotong telinga, lidah, dan mencongkel mata korban-korbannya sebelum membunuhnya.

    Polisi dan detektif pun berusaha menguak kebenarannya lewat barang bukti yang tertinggal, termasuk buku harian tentang masa kecil sang pembunuh.

    Sementara itu, di satu tempat entah di mana, seorang gadis sedang berusaha bertahan hidup dengan satu telinga...

SINOPSIS:
    “Ada monyet keempat, tapi tidak ada seorang pun yang benar-benar mengetahuinya.”
    “Cemerlang. Rumit. Psikopat. Karakternya benar-benar memukau.”
–Marc Webb, sutradara

    Detektif Porter dari Chicago Metro telah bertahun-tahun menyelidiki sebuah kasus pembunuhan berantai namun tak berhasil mengungkap siapa si pembunuh, apalagi menangkapnya. Hingga suatu hari dia dikejutkan oleh kabar dari rekannya, Detektif Nash, tentang sebuah kecelakaan yang menewaskan seorang pria. Diduga kuat pria yang entah tertabrak bus ataukah menabrakkan diri tersebut adalah si pembunuh yang selama ini dicari, yang kemudian dijuluki Pembunuh Empat Monyet (P4M). Julukan tersebut berdasarkan filosofi Empat Monyet—berasal dari ukiran di kuil Tosho-gu di Nikko, Jepang—yang digunakan si pembunuh untuk memilih korban-korbannya. Dari sejumlah barang bukti yang dibawa si pria ketika tewas, Porter bersama Nash memulai penyelidikan. Petunjuk pertama mengarahkan mereka pada seorang konglomerat bernama Arthur Talbot. Porter dan Nash berhasil mengendus jejak petunjuk hingga mendapatkan titik terang tentang korban yang kemungkinan besar masih hidup dengan satu telinga sekarang. Misi mereka adalah menyelamatkan si gadis putri konglomerat Talbot dan menangkap si P4M.

    Selain bersama Nash, Porter juga dibantu beberapa rekan yang tergabung dalam sebuah tim penyelidikan. Mereka adalah Clair Norton, Edwin Klozowski, Tom Eisley, dan seorang petugas TKP muda yang baru dikenal Porter bernama Paul Watson. Selain beberapa petunjuk yang masih belum jelas, P4M juga meninggalkan sebuah buku catatan kecil yang ternyata berisi kisah hidupnya semasa kecil yang ditulis mirip buku harian. Walaupun tak memuat petunjuk langsung terkait penyelidikan korbannya yang sekarang, Porter mau tak mau membacanya demi memahami motif dan karakter si P4M. Penyelidikan mereka berpacu dengan waktu demi menyelamatkan sebuah nyawa, mungkin bahkan lebih dan tak sesederhana yang terlihat. Berbagai hal tak terduga, termasuk kasus-kasus lain pun terungkap, seolah si P4M dengan lihai mengarahkan para detektif untuk mengikuti permainannya.

REVIEW:
    “Tiga monyet pertama menggambarkan perbuatan yang seharusnya kita terapkan dalam hidup, tapi monyet yang keempatlah yang membawa pesan paling penting. Namanya Shizaru. Yang berarti tidak melakukan perbuatan tidak baik.” (hlm. 230)

    “Pion harus dikorbankan agar raja bisa dijatuhkan....cara terbaik untuk menghukum para ayah atas dosa mereka adalah dengan membuatnya merasakan sakit anaknya.” (hlm. 455)

    Pertama, ide dan premis novel ini sangat menarik. Pembunuh genius yang mengendalikan ‘permainan’, menggunakan filosofi yang sebenarnya berisi ajaran kebaikan sebagai motif untuk ‘menghukum’ para korban yang dipilih atas kesalahan keluarganya. Kedua, teka-teki si pembunuh misterius pun makin rumit sekaligus menarik dengan adanya dua alur cerita berbeda. Di masa kini lewat jalannya penyelidikan oleh Porter dan kawan-kawan, dan di masa lalu lewat cerita hidup P4M yang tak kalah menegangkan dan mencengangkan. Pembagian bab dengan menyoroti satu tokoh cerita secara khusus, tapi kesemuanya menggunakan POV orang ketiga, mudah dipahami dan diikuti, tidak membingungkan. Pilihan yang cerdas dan tepat.

Gaya bahasa—termasuk terjemahan dari Bhuana Sastra—nyaman dan membuat saya betah, meskipun ada kalanya muncul istilah-istilah kriminal, forensik, dan hukum. Deskripsinya mendetail tapi tak membosankan, sesuai porsinya dengan plot cerita. Barker juga sukses menggambarkan kengerian, kesadisan, dan gangguan kejiwaan sejumlah tokoh yang rumit. Saya pun merasakan kesakitan para korban dan konflik jiwa sang pembunuh sendiri sesudah mengikuti kisah masa kecilnya. Sejumlah seting ikut memancarkan aura kelam yang menakutkan, sekaligus mengajak pembaca berpikir kaitannya dengan kasus.

Barker pun merangkai plot yang rapi, piawai menjaga tempo sehingga tidak terlalu lambat tapi juga tidak terkesan terburu-buru. Sebagai buku pembuka dari cerita berseri yang direncanakan, kisah ini sempurna di mata saya dan tak memiliki plot hole. Setiap petunjuk saling berkaitan, tak ada yang tempelan atau hanya untuk mengecoh. Menyenangkan rasanya turut mencoba merangkai kepingan demi kepingan petunjuk untuk mendapatkan gambaran utuh kasus. Twists dan ending pun memuaskan, makin menambah rasa ingin tahu saya akan kelanjutan cerita dan sepak terjang P4M selanjutnya.

Penokohannya sangat kuat. Saya suka semua tokoh di sini. Baik yang protagonis, antagonis, bahkan villain si P4M sendiri. Chemistry antara Porter dan Nash sebagai partner pun bagus. Karakter mereka saling melengkapi. Porter yang cerdas, serius, teliti, dengan Nash yang suka melucu dan kadang ceroboh. Interaksi saling meledek antara Nash dan Porter, juga dengan rekan tim lain itu menyegarkan suasana. Tokoh P4M sendiri meskipun pembunuh berdarah dingin, tapi brilian dan latar belakang kehidupannya menggelitik saya untuk bersimpati. Tokoh-tokoh pendukung lain tak kalah menarik dengan karakter khas masing-masing.

Secara keseluruhan, novel thriller-crime ini sangat saya sukai dan nantikan sekuelnya. Kaver versi Indonesia ini pun menurut saya pas dan paling bagus dibanding kaver versi luar lainnya. Novel yang wajib kamu baca jika ingin merasakan paket lengkap asah otak, uji nyali, sekaligus emosi yang campur-aduk.

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube